Semarang, UP Radio – Suasana Kampung Batik Semarang mendadak lebih ramai dari biasanya. Sebanyak 40 taruna polisi dari 10 negara berbaur dengan para perajin, mencoba mencanting kain dan mengenal lebih dekat salah satu warisan budaya Indonesia.
Mereka datang dalam rangka kunjungan budaya Police Academy Student Festival Asia (PASFA) 2025 yang digelar Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang.
Kunjungan ini menjadi salah satu agenda penting PASFA, sebuah ajang tahunan yang mempertemukan taruna polisi dari berbagai negara.
Ketua Panitia PASFA 2025 yang juga Direktur Akademi Kepolisian, Kombes Pol Dr. Eko Srianto, menyebut kegiatan tersebut sebagai bentuk pertukaran budaya yang memberi pengalaman langsung tentang kekayaan tradisi Indonesia.
“Kami mengajak para taruna dari sepuluh negara untuk mengenal tradisi membatik, yang merupakan warisan asli Indonesia, khususnya dari Jawa Tengah dan Kota Semarang,” ujar Eko.
Tahun ini, peserta datang dari Malaysia, Filipina, Laos, Vietnam, Thailand, Indonesia, Korea Selatan, dan Mongolia. Mereka tidak hanya belajar teknik dasar membatik, tetapi juga memahami filosofi yang melekat pada setiap motif.
Selain kunjungan budaya, PASFA 2025 juga menghadirkan International Undergraduate Conference on Policy (IUCOP). Dalam ajang karya ilmiah tersebut, taruna Akpol berhasil meraih juara pertama Academic Excellence Award, menambah kebanggaan tersendiri bagi tuan rumah.
Eko menegaskan, kunjungan ke Kampung Batik menawarkan pengalaman berbeda bagi para peserta internasional. Mereka melihat langsung proses pembuatan batik yang selama ini hanya mereka kenal dari cerita atau literatur.
“Melalui kegiatan ini, kami ingin menunjukkan bahwa batik adalah warisan dunia yang berasal dari Indonesia. Peserta dari negara lain dapat melihat secara langsung prosesnya, bahkan yang berasal dari Malaysia sekalipun,” tuturnya.
Kekaguman juga datang dari salah satu peserta PASFA, Cadet Second Class Fernandez dari Philippine Public Safety College. Ia mengaku baru pertama kali menyaksikan proses membatik.
“Saya terkesan karena batik tidak hanya indah, tetapi juga menggambarkan budaya Indonesia. Setiap daerah punya pola yang berbeda dan Semarang memiliki motif khasnya sendiri,” ujarnya.
Fernandez mengatakan masyarakat Semarang sangat ramah dan mudah diajak berkomunikasi. Ia merasa terbantu selama mengikuti kegiatan di Indonesia. “Makanan di sini juga enak,” tambahnya sambil tersenyum.
Ia menjelaskan bahwa di Filipina memang tidak ada tradisi membatik, namun memiliki budaya menenun kain seperti Malong yang juga menampilkan pola khas tiap etnis. Menurutnya, kemiripan tersebut membuatnya semakin memahami nilai budaya dalam selembar kain.
Usai mengeksplorasi Kampung Batik, rombongan PASFA 2025 melanjutkan perjalanan ke beberapa destinasi budaya di Kota Semarang, seperti Kota Lama dan Kelenteng Sam Poo Kong. Rangkaian kunjungan ini diharapkan memperkaya wawasan para taruna mengenai sejarah, keberagaman, dan identitas budaya Indonesia. (ksm)
