Soal UMK Semarang 2026, DPRD: Harus Adil untuk Buruh dan Pengusaha

Semarang, UP Radio – Pembahasan mengenai Upah Minimum Kota (UMK) Semarang tahun 2026 kembali menjadi perhatian serius. Kalangan buruh dan pengusaha sama-sama menyuarakan kepentingannya.

Menanggapi hal tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang menekankan pentingnya keseimbangan antara kesejahteraan buruh dan keberlanjutan dunia usaha dalam penetapan besaran upah tahun 2026.

Anggota Komisi D DPRD Kota Semarang, Anang Budi Utomo, menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima audiensi dari Aliansi Buruh Jawa Tengah yang mengusulkan kenaikan UMK hingga sekitar 19 persen.

[the_ad id="40097"]
Advertisement

Buruh di Kota Semarang, mengajukan tuntutan UMK untuk tahun 2026 sebesar 19 persen, dari Rp3.454.827 menjadi Rp4.100.000.

Namun, usulan tersebut juga harus mempertimbangkan masukan dari kalangan pengusaha yang disampaikan melalui Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

“Usulan dari Aliansi Buruh sudah kami terima, sementara dari Apindo juga ada masukan berbeda. Pemerintah Kota nantinya akan memberikan rekomendasi yang diharapkan bisa memuaskan semua pihak,” ujar Anang.

Ia menegaskan bahwa keputusan terkait UMK tidak bisa diambil secara sepihak. Pemerintah harus mampu mengakomodasi berbagai kepentingan agar iklim investasi di Kota Semarang tetap kondusif.

“Kami ingin kesejahteraan buruh meningkat, tapi dunia usaha juga harus tetap tumbuh. Jadi perlu titik temu yang adil untuk semua,” lanjutnya.

Menurut Anang, sinergi antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah menjadi kunci agar roda ekonomi di Kota Semarang terus bergerak positif.

“Harapannya, dengan hubungan industrial yang sehat, pertumbuhan ekonomi kota bisa semakin kuat. Buruh sejahtera, pengusaha juga berkembang,” katanya.

Sementara itu, Anggota DPRD Kota Semarang lainnya, Rahmulyo Adi Wibowo, menegaskan bahwa kesejahteraan pekerja harus tetap menjadi fokus utama dalam pembahasan UMK. Namun, ia mengingatkan agar keputusan akhir juga mempertimbangkan kondisi riil pelaku usaha.

“Kesejahteraan buruh harus dipikirkan secara matang, tapi jangan lupa keberadaan buruh juga bergantung pada pengusaha. Karena itu, forum tripartit, buruh, pengusaha, dan pemerintah, harus mencari jalan tengah yang realistis,” jelas Rahmulyo.

Menanggapi usulan buruh yang meminta UMK Kota Semarang tahun 2026 sebesar Rp4,1 juta, Rahmulyo menilai angka tersebut masih wajar mengingat tingginya biaya hidup di kota metropolitan.

“Untuk ukuran Semarang, usulan itu bisa dimaklumi. Namun tetap harus dikaji bersama agar hasilnya sesuai kemampuan dunia usaha dan kebutuhan layak pekerja,” ujarnya.

Ia juga menyebutkan bahwa survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menjadi dasar penting dalam menentukan angka final UMK.

“Biasanya menjelang akhir tahun, survei KHL dilakukan oleh perwakilan buruh, pengusaha, dan pemerintah. Hasilnya nanti akan jadi bahan rekomendasi ke wali kota dan kemudian ke gubernur untuk disahkan,” jelasnya.

Rahmulyo turut menyoroti tantangan baru di era modern, yakni kemungkinan peran tenaga kerja manusia tergantikan oleh robot jika biaya tenaga kerja terlalu tinggi.

“Perkembangan teknologi memang membuka peluang penggunaan tenaga robot, tapi tidak semua sektor bisa digantikan. Justru ini menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas SDM agar tetap relevan,” tegasnya.

Menurutnya, peningkatan kesejahteraan buruh harus diimbangi dengan peningkatan kompetensi. “Kalau kesejahteraan naik, kemampuan juga harus ikut naik. Jadi buruh tidak hanya sejahtera, tapi juga semakin produktif dan bernilai tinggi di mata industri,” tutupnya. (*)

[the_ad id="40099"]
Advertisement