Semarang, UP Radio – Pembangunan ekonomi tidak boleh hanya berorientasi pada angka dan pertumbuhan, tetapi juga harus berpijak pada adab, etika, dan pemahaman sejarah bangsa.
Hal tersebut dinyatakan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra, dalam kegiatan bedah buku ketiga bertajuk “Refleksi Tiga Jalan Menuju Bangsa Beradab” di kantor Bank Indonesia Jateng, Jumat (21/11/2025).
Menurut Rahmat, sejarah memiliki peran vital dalam membentuk karakter ekonomi yang beradab dan berpihak pada nilai keadilan.
“Ekonomi itu harus dibangun dengan etika oleh adab dan pemahaman kita akan sejarah bangsa Indonesia, sejarah kita sendiri,” ujar Rahmat.
Ia menilai, tanpa landasan sejarah, kebijakan ekonomi mudah kehilangan arah dan nilai kemanusiaan. Pemahaman masa lalu menjadi penuntun bagi keputusan masa kini.
Selain sejarah, Rahmat menekankan peran sains sebagai pilar berpikir yang metodologis dan rasional dalam mengambil keputusan kebijakan.
Ia mencontohkan, pemikiran Prof. Bagus Mulyadi dalam sesi sebelumnya, bahwa sains bisa lahir dari kearifan lokal. Dari poros Merapi–Keraton–Laut Selatan hingga tradisi penyimpanan ari-ari bayi yang dikaitkan dengan pemahaman modern tentang sel punca.
“Berpikir bijaksana secara filosofis juga bisa menjadi dasar lahirnya sains,” kata Rahmat.
Ia menambahkan, filsafat menjadi penghubung antara sejarah dan sains yang menuntun arah kebijakan pada nilai-nilai kebaikan.
“Pemikiran filosofis inilah yang membuat kebijakan ekonomi dapat diarahkan pada nilai kebaikan dan keadilan,” tuturnya.
Rahmat juga mengangkat sosok Pangeran Diponegoro sebagai teladan pemikiran ekonomi yang jauh melampaui zamannya. Sejak abad 1800-an, Diponegoro sudah menuntut perdagangan yang adil antara Jawa dan asing.
“Beliau tidak anti asing, tapi meminta berdagang secara adil. Itu dasar dari fair trade,” ucapnya.
Di akhir acara, Rahmat menyerukan pentingnya pendidikan karakter ekonomi sejak dini. Menurutnya, pembentukan adab harus melewati proses panjang dan dimulai dari lingkungan terdekat.
“Tidak ada yang instan. Kita harus mendidik diri sendiri, keluarga, dan masyarakat agar memahami bahwa segala sesuatu dicapai dengan proses panjang dan adab,” pungkasnya.(shs)
