Raperda Pondok Pesantren Masuk Tahap Final, Fasilitasi Pendidikan hingga Layanan Difabel

Semarang, UP Radio – Penyusunan Peraturan Daerah tentang Fasilitasi Pengembangan Pkndok Pesantren di Kota Semarang memasuki tahap akhir.

DPRD Kota Semarang bersama para pengasuh pondok pesantren mulai menyamakan pandangan melalui forum public hearing. Hal ini sebagai langkah lanjutan sebelum rancangan ini masuk penetapan di akhir Desember 2025.

Giyanto, Ketua Panitia Khusus Perda Pondok Pesantren, mengatakan bahwa aturan ini harapannya menjadi landasan untuk meningkatkan kesejahteraan pesantren di Kota Semarang.

[the_ad id="40097"]
Advertisement

Ia menilai kehadiran perda sangat mendesak karena selama ini pondok pesantren belum memiliki payung hukum yang jelas mengenai dukungan pemerintah daerah.

“Perda ini kami dorong selesai secepatnya. Setelah diundangkan, saya sudah pesan supaya perwal segera masuk penyusunan. Jangan sampai menunggu satu tahun. Tanpa perwal, perda tidak bisa berjalan,” ujar Giyanto.

Menurutnya, perda ini nantinya memberi ruang bagi pemerintah kota untuk membantu pesantren, mulai dari kebutuhan sarana prasarana hingga peningkatan mutu pendidikan. Meski begitu, bantuan tersebut tetap akan menyesuaikan kemampuan keuangan daerah.

“APBD memang bisa masuk, tetapi sifatnya memfasilitasi, bukan membiayai penuh. Kita harus realistis. APBD Kota Semarang masih terbatas,” tambahnya.

Tiga Fokus Fasilitasi untuk Pesantren

Sekretaris Pansus, Sodri, menjelaskan bahwa rancangan perda mencakup tiga bentuk fasilitasi. Pertama, dukungan terhadap sistem pendidikan pesantren. Kedua, bantuan terkait sarana dan prasarana, termasuk bangunan, utilitas, dan fasilitas umum. Ketiga, penguatan peran pesantren dalam dakwah serta pemberdayaan masyarakat.

Namun, tidak semua pesantren otomatis bisa menerima fasilitasi. Ada sejumlah syarat dasar seperti adanya kiai, bangunan asrama, tempat ibadah, santri, serta kegiatan pendidikan kitab kuning atau dirasah Islamiyah. Selain itu, pondok pesantren harus terdaftar di Emis Kemenag serta masuk dalam data induk Pemerintah Kota Semarang.

“Kami dorong pesantren yang belum terdaftar untuk segera mengurus legalitasnya. Tanpa itu, pemerintah tidak bisa memberi fasilitasi,” jelas Sodri.

Saat ini, jumlah pesantren yang tercatat di Kemenag sebanyak 305 lembaga. DPRD menilai angka tersebut bisa lebih banyak karena sejumlah pondok mungkin belum masuk dalam data resmi.

Pesantren Disabilitas Masuk dalam Perlindungan Perda

Isu pesantren disabilitas juga menjadi perhatian. Dalam draf perda tercantum pasal yang mengatur kerja sama antara pemerintah daerah, swasta, dan dinas terkait untuk mendukung pesantren yang melayani santri berkebutuhan khusus.

“Di dalamnya sudah ada pengaturan mengenai pesantren disabilitas. Pemerintah bisa bekerja sama dengan dinas sosial, dinas tenaga kerja, serta lembaga lain untuk memberikan fasilitas pelatihan dan pengembangan bakat santri difabel,” kata Sodri.

Salah satu pengasuh yang hadir, Umar Said dari Pondok Pesantren Inklusi Nurul Maksum, menyampaikan rasa syukur karena kebutuhan pesantren disabilitas mulai mendapat perhatian.

Ia mengatakan, pesantrennya merawat puluhan santri berkebutuhan khusus, mulai dari tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, hingga tuna daksa. Mereka membutuhkan fasilitas yang lebih lengkap dan pendamping yang terlatih.

“Kami berharap perda ini benar-benar terealisasi. Anak-anak kami butuh sarana yang layak, kebutuhan sosial dan harian, serta guru yang mampu mengajar santri difabel. Banyak ustaz belum siap mengajar anak-anak yang bisu atau tuna rungu,” ujar Umar.

Ia menambahkan, sebagian besar santri difabel merupakan anak-anak yang ditinggalkan keluarganya sejak kecil. Pesantren menjadi tempat mereka belajar dan menjalani kehidupan keagamaan dengan penuh keterbatasan.

“Pesantren harus hadir untuk semua. Mengamalkan Islam rahmatan lil alamin bukan hanya untuk anak-anak yang normal dan pintar, tetapi juga untuk mereka yang tidak diinginkan keluarganya,” tuturnya.

Raperda Fasilitasi Pengembangan Pesantren ditargetkan rampung pada akhir Desember 2025 setelah melalui tahap fasilitasi provinsi.

DPRD berharap aturan ini menjadi payung hukum yang mampu memperkuat peran pesantren sebagai pusat pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat di Kota Semarang. (*)

[the_ad id="40099"]
Advertisement