Semarang, UP Radio – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Maritim Semarang mengimbau warga pesisir utara Jawa Tengah untuk tetap waspada terhadap potensi banjir rob susulan yang terjadi pada akhir Mei 2025.
Koordinator Observasi dan Informasi Stasiun Maritim BMKG Kelas II Semarang, Ganis Erutjahjo, menjelaskan bahwa puncak pasang air laut bulan ini telah terjadi pada 20–21 Mei dengan ketinggian mencapai 205 sentimeter.
Namun, fase purnama perigee atau Super Moon, kondisi bulan dekat dengan bumi di akhir bulan Mei ini berpotensi kembali memicu naiknya muka air laut .
“Fenomena bulan perigi ini akan kembali terjadi pada tanggal 28 hingga 31 Mei, di mana bulan berada sangat dekat dengan bumi. Biasanya, itu menyebabkan peningkatan ketinggian pasang air laut,” ujar Ganis.
Ia menambahkan, kenaikan air laut sebelumnya sudah cukup ekstrem. Data BMKG mencatat tinggi muka air laut normal berada di kisaran 130 cm. Maka kenaikan hingga 205 cm tergolong signifikan dan berisiko besar bagi kawasan pesisir.
Selain faktor gravitasi bulan, angin laut dari arah tenggara yang bertiup dengan kecepatan antara 6 hingga 20 knot turut memengaruhi tinggi gelombang dan permukaan laut.
“Kalau angin mencapai 20 knot dan terjadi saat pasang, maka gelombang akan menambah ketinggian air laut di daratan,” katanya.
Wilayah-wilayah pesisir yang selama ini rawan rob seperti Sayung (Demak), Kota Semarang, Pekalongan, Batang, Kendal, dan Jepara diminta untuk meningkatkan kewaspadaan.
Sayung disebut sebagai kawasan terdampak paling parah dalam kejadian rob beberapa hari terakhir.
BMKG mengimbau masyarakat di kawasan pesisir untuk terus memantau perkembangan cuaca dan pasang surut laut melalui kanal informasi resmi BMKG.
“Kami rutin sampaikan peringatan dini lewat media sosial, media cetak, dan elektronik. Mohon warga tetap waspada dan utamakan keselamatan,” pungkas Ganis.
Menanggapi hal tersebut, Walikota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti mengatakan, jika pembangunan-pembangunan yang terjadi menjadi beban berat bagi penurunan tanah. Pembangunan rumah, reklamasi pantai menjadi faktor penyebab penurunan tanah di Ibu Kota Jawa Tengah.
“Jika kita berbicara mengenai pilih mana urusan lingkungan hidup atau urusan penanganan banjir. (Pilih) dua-duanya pasti kita pilih. Namun dengan adanya beban yang berat dari proses-proses pembangunan rumah. Ini pasti beban bertambah berat. Secara alam otomatis membuat penurunan tanah,” kata dia.
Pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat mengkaji dan mendorong penelitian agar memperlambat proses penurunan tanah.
“Karena pilihan kita sea wall dan harbour toll jadi upaya penanganan Rob Banjir. Dan Reklamasi pantai itu adalah sebuah kebijakan yang tidak bisa ditarik balik, karena faktanya sudah jadi perumahan, pusat kegiatan masyarakat. Sekarang yang perlu adalah bagaimana kita menahan laju penurunan daratan. Kita perlu bantuan interline, tidak bisa sendiri,” imbuhnya.(ksm)