Semarang, UP Radio – Dinas Perdagangan Kota Semarang mulai melakukan pembongkaran bangunan kios pedagang kaki lima (PKL) Barito di Kelurahan Karangtempel, Kamis (3/1/2019). Hanya enam bangunan yang dibongkar petugas menggunakan alat berat karena sebagian besar bangunan masih ditempati PKL.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang, Fajar Purwoto mengatakan, seharusnya 452 PKL yang berada di bantara Sungai Banjir Kanal Timur (BKT) tersebut sudah pindah ke pasar relokasi yang dibangun di kawasan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) pada Desember 2018 lalu. Akan tetapi, ratusan PKL tersebut tetap bertahan sampai sekarang.
“Kami akan kirimkan surat peringatan kedua agar para pedagang segera pindah. Karena kondisi saat ini sudah memperlambat proses normalisasi BKT,” kata Fajar.
Dinas Perdagangan sebenarnya sudah mengirimkan surat peringatan pertama pada Desember lalu, sebagaimana batas akhir pemindahan PKL yang disepakati. Akan tetapi, surat peringatan pertama tersebut tak diindahkan.
“Pada peringatan selanjutnya ini akan kami kirimkan segera. Kami berikan batas waktu kepada pedagang sampai 21 Januari. Mau tak mau mereka harus sudah pindah,” jelasnya.
Fajar menegaskan, pemindahan PKL Barito yang berada di Kelurahan Karangtempel tersebut sudah molor cukup lama. Yakni rencana dari Dinas Perdagangan Desember sudah bersih, namun hingga saat ini pedagang masih enggan untuk pindah.
“Sudah kami sampaikan pada Desember lalu, bahwa pedagang akan dipindah secara simultan. Namun hingga saat ini belum juga ada yang geser. Kita akan tindak tegas,” tegasnya.
Lebih lanjut Fajar mengungkapkan, surat peringatan dari Dinas Perdagangan kepada para PKL pada Desember lalu telah disampaikan melalui paguyuban karya mandiri. Fajar meyakini surat tersebut tidak dibagikan karena para pedagang banyak yang tidak tahu.
Meski demikian, Fajar meminta agar seluruh PKL dapat secepatnya pindah ke pasar relokasi di kawasan MAJT. Hal ini mengingat, pembangunan normalisasi Sungai BKT saat ini sudah molor dari target penyelesaiannya yaitu Deaember 2018 lalu.
“Semua bareng-bareng pindah, Pemerintah Kota tidak akan menelantarkan pedagang. Pasti kita bangun infrastruktur pendukung tapi itu perlu waktu karena berkaitan dengan anggaran,” imbuhnya.
Seorang pedagang yang masih bertahan di Pasar Barito Karangtempel, Ambon mengaku, tidak mengetahui jadwal pindah dan jadwal bongkar mengingat selama ini tidak pernah ada surat peringatan dari Dinas Perdagangan.
Selain itu, dari paguyuban PKL juga belum ada informasi tentang kepindahan PKL ke pasar relokasi. Bahkan paguyuban meminta agar PKL tetap bertahan selama permintaan infrastruktur di pasar relokasi belum dipenuhi Pemkot Semarang.
“Kios saya di MAJT sudah jadi 90 persen tinggal pasang rolling dor terus pindah. Namun jadwal pindah pastinya saya kurang tau karena selama ini baik dari Dinas maupun dari paguyuban tidak ada surat peringatan atau pemberitahuan,” katanya.
Selain tidak mendapat surat pemberitahuan, Ambon mengungkapkan, kondisi infrastruktur di pasar relokasi juga menjadi salah satu alasan pedagang masih bertahan di tempat lama.
“Harapannya pedagang ayo semua bareng-bareng pindah biar kita bisa mulai berjualan lagi. Namun Pemerintah juga harus secepatnya melakukan realisasi pembenahan infrastruktur di relokasi itu,” ujarya.
Sebelumnya, Ketua Paguyuban PKL Karya Mandiri Karangtempel, Rahmat Yulianto menyampaikan, 452 PKL anggota paguyuban sebenarnya berkomitmen mau direlokasi dari Jalan Barito yang sudah puluhan tahun menjadi tempat berjualan. Hanya saja, para PKL meminta Pemkot Semarang juga berkomitmen melengkapi sarana dan prasarana infrastruktur yang dijanjikan.
“Kami sepakat membuat lapak secara mandiri, tapi harus diimbangi pembangunan infrastruktur dari pemkot berupa jalan, drainase, air dan listrik. Sehingga Desember ini bisa geser. Tapi sampai sekarang belum bisa ditempati karena jalan belum dibangun,” katanya.
Ia mengungkapkan, Pemkot melalui Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang sudah mulai melakukan pembangunan jalan akses masuk pasar relokasi. Akan tetapi hanya 40 persen saja. Hingga kini, pembangunan jalan tersebut terhenti tidak dilanjutkan lagi.
Sementara untuk fasilitas drainase, air dan listrik, katanya, hingga kini belum ada upaya apapun untuk melengkapinya. Padahal, berbagai fasilitas tersebut yang bisa menentukan para PKL bisa berjualan di tempat relokasi.
“Fasilitas itu yang akan kami pakai untuk menyempurkan pembangunan kios. Di samping itu, jika infrastruktur itu tidak ada, bagaimana kami bisa berjualan?” tuturnya. (ksm)