Semarang, UP Radio – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menggandeng Universitas Persatuan Guru Repupblik Indonesia Semarang (UPGRIS) menggelar Focus Group Discution (FGD) terkait pengelolaan tata ruang.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung DPD RI menyusun regulasi untuk mendorong harmonisasi legislasi tata ruang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan dihadiri stakeholder terkait seperti akademisi, praktisi, dan pemerintah daerah.
Rektor Universitas PGRI Semarang, Dr Hj Sri Suciati MHum, menyatakan bahwa tata ruang merupakan aspek krusial dalam pembangunan. Namun, isu ini belum menjadi prioritas nasional.

“Dialog seperti ini penting untuk merumuskan kebijakan tata ruang yang dapat membawa dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat,” kata Sri Suciati dalam sambutannya saat FGD di Gedung Pusat UPGRIS, Selasa (8/7).
Menurut Suci kebijakan tata ruang yang tidak konsisten kerap memicu bencana seperti banjir, longsor, dan gempa. Ia menegaskan bahwa konsistensi penerapan regulasi merupakan kunci keberhasilan penataan ruang yang berpihak pada keselamatan masyarakat.
Sementara Wakil Ketua Komite I DPD RI, Dr H Muhdi SH MHum mengungkapkan upaya ini dilakukan dalam rangka mendorong tercapainya reformasi otonomi daerah supaya tidak terjadi lagi ketumpangtindihan kewenangan pengaturan tata ruang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
“Ada banyak kewenangan perizinan daerah yang kini ditarik ke pusat, tapi tidak diikuti dengan dukungan pendanaan dan teknis ke daerah. Akibatnya, pemerintah daerah kesulitan menyusun perda. Padahal, (mereka juga ditekan) jika perda tidak selesai tepat waktu, kewenangan itu bisa hilang ke pusat,” kata Muhdi.
Menurut Muhdi Kondisi memerlukan harmonisasi sehingga DPD RI mendorong pemerintah pusat menerbitkan pedoman penyusunan perda tata ruang dan membuka ruang konsultasi bagi daerah agar dapat menyusun kebijakan yang harmonis dan sesuai regulasi nasional.
“Lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja memang mendorong pertumbuhan ekonomi, tapi pelaksanaannya menimbulkan tantangan serius dalam penataan ruang, terutama pada level daerah. Ada banyak kewenangan perizinan daerah yang kini ditarik ke pusat, tapi tidak diikuti dengan dukungan pendanaan dan teknis ke daerah,” jelas Muhdi yang juga Ketua PGRI Jawa Tengah.
DPD RI juga tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perkotaan. RUU ini dianggap mendesak mengingat perkembangan industri di berbagai daerah telah mulai memunculkan kota-kota baru yang belum memiliki kerangka hukum dan tata kota yang memadai.
Pada kesempatan teraebut, Ketua BLUD DPD RI, Ir Stefanus BAN Liow MAP, menekankan bahwa kebijakan tata ruang harus merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Menurutnya, perlu adanya sinkronisasi antara peraturan daerah dan regulasi pusat agar pelaksanaan tata ruang berjalan efektif. (shs)
