Semarang, UP Radio – Hingga pertengahan 2025, UPTD PPA Jateng mencatat kurang lebih 50 kasus kekerasan yang masuk dalam pengaduan langsung. Kasus kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender online (KBGO) masih mendominasi laporan yang diterima Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jawa Tengah.
Kepala UPTD PPA Jateng, Eka Suprapti menyatakan sebagian besar pengaduan yang masuk hingga pertengahan tahun ini berkaitan dengan jenis kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual.
“Untuk kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, tren tertinggi masih kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender online (KBGO). Ini marak sekali,” ujar Eka disela acara kegiatan peningkatan kapasitas dalam pemberitaan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan di media massa, Selasa (24/6/2025).
Eka menyebut, kasus KBGO umumnya bermula dari hubungan pertemanan di media sosial yang kemudian berkembang menjadi tindakan manipulatif atau grooming. Dalam banyak kasus, pelaku mengajak korban, terutama anak-anak, untuk berbagi konten pribadi yang kemudian disalahgunakan untuk mengancam atau memaksa korban mengikuti kemauan pelaku.
“Korban diajak curhat, lalu pelaku merekam atau memfoto hal-hal yang sensitif. Itu lalu digunakan untuk menekan korban. Ini banyak sekali,” ujarnya.
Eka menilai, masifnya penggunaan media digital tanpa pengawasan menjadi celah terjadinya kekerasan berbasis daring. Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya kerja sama dengan aparat penegak hukum, terutama kepolisian siber.
“Kami masih sangat membutuhkan kerja sama dengan kepolisian, terutama yang kaitannya dengan siber. Karena banyak platform media sosial yang disalahgunakan,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, saat ini kepolisian berencana membentuk satuan khusus yang menangani kejahatan siber, termasuk KBGO. Harapannya, langkah itu bisa memperkuat upaya pelacakan dan penindakan terhadap pelaku kekerasan berbasis daring.
Hingga pertengahan 2025, UPTD PPA Jateng mencatat kurang lebih 50 kasus kekerasan yang masuk dalam pengaduan langsung. Namun angka tersebut bisa lebih tinggi jika ditambah kasus rujukan dari kabupaten/kota lain maupun provinsi lain.
“Data kasus kekerasan seksual memang hampir separuh dari total pengaduan langsung yang masuk ke kami. Tapi jumlah keseluruhan bisa lebih banyak karena kami juga menangani rujukan dari luar(kabupaten/kota),” jelasnya.
Terkait pendampingan, Eka menyebut langkah awal yang dilakukan pihaknya adalah melakukan visum terhadap korban. Saat ini, UPTD PPA Jateng telah bermitra dengan tujuh rumah sakit milik Pemprov untuk keperluan visum.
“Kemarin salah satu korban dari Kabupaten Semarang sempat visum di RS Adi Artha dan dilanjutkan di RS Bhayangkara. Hasilnya sama,” jelasnya.
Selain visum, pendampingan psikologis juga menjadi layanan utama yang diberikan bagi setiap korban. (shs)
