Semarang, UP Radio – Menjelang akhir tahun 2025, perekonomian Jawa Tengah menghadapi tantangan menjaga daya beli masyarakat di tengah potensi kenaikan harga pangan dan komoditas musiman.
Kondisi ini menjadi salah satu fokus pembahasan dalam Press Conference Asset Liability Committee (ALCO) Kemenkeu Satu Jawa Tengah yang digelar di Semarang.
Dalam kesempatan tersebut, disampaikan bahwa kinerja APBN hingga November 2025 memiliki peran strategis dalam menopang konsumsi rumah tangga yang masih menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi daerah.
Hingga November 2025, perekonomian Jawa Tengah menunjukkan kinerja yang solid. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tercatat sebesar 5,37 persen, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dan berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
Optimisme masyarakat juga tetap terjaga, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen yang berada di level 118,2 atau masih dalam kategori optimis.
Dari sisi stabilitas harga, inflasi tahunan Jawa Tengah tercatat sebesar 2,79 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Semarang, sementara yang terendah berada di Kabupaten Wonogiri.
Meski relatif terkendali, tekanan inflasi tetap menjadi perhatian, khususnya bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
Sementara itu, sektor pertanian dan perikanan masih menghadapi tantangan.
Nilai Tukar Petani tercatat mengalami sedikit kontraksi menjadi 116,11, dipengaruhi oleh penurunan harga yang diterima petani. Kondisi serupa juga terjadi pada Nilai Tukar Nelayan yang turun menjadi 99,36 akibat melemahnya indeks hasil tangkapan.
Hal ini menegaskan perlunya penguatan kebijakan fiskal yang berpihak pada sektor-sektor rentan.
Dari sisi fiskal, kinerja APBN di Jawa Tengah hingga 30 November 2025 menunjukkan hasil yang cukup kuat.
Pendapatan negara mencapai Rp102,09 triliun atau 78,03 persen dari target, ditopang oleh penerimaan pajak, bea cukai, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak yang melampaui target. Sementara itu, belanja negara terealisasi Rp94,93 triliun, disalurkan melalui belanja kementerian/lembaga dan transfer ke daerah.
Dalam Press Conference ALCO Kemenkeu Satu Jawa Tengah tersebut juga disampaikan bahwa transfer ke daerah menjadi tulang punggung fiskal daerah dengan kontribusi lebih dari 65 persen terhadap pendapatan APBD.
Sinergi antara APBN dan APBD ini menegaskan peran instrumen fiskal dalam menjaga stabilitas dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi regional.
Isu strategis lainnya yang dibahas adalah kesiapan operasionalisasi Koperasi Merah Putih sebagai bagian dari penguatan ekonomi berbasis kerakyatan dan KDMP. Seluruh desa dan kelurahan di Jawa Tengah telah memiliki koperasi berbadan hukum, diperkuat dengan pelatihan ribuan pendamping dan pengurus koperasi, serta dukungan infrastruktur dan kemitraan dengan BUMN.
Kemenkeu Satu Jawa Tengah, melalui peran aktif Kanwil DJPb, terus mendorong sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah agar koperasi mampu menjadi simpul distribusi dan penggerak ekonomi desa.
Dukungan terhadap sektor riil juga diperkuat melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat dan Kredit Ultra Mikro yang hingga November 2025 telah menjangkau ratusan ribu debitur.
Program ini dinilai efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperluas kesempatan kerja, serta memperkuat daya saing usaha mikro dan kecil.
Secara keseluruhan, hasil Press Conference ALCO Kemenkeu Satu Jawa Tengah menegaskan bahwa pengelolaan fiskal di Jawa Tengah tetap efektif dan adaptif di tengah dinamika ekonomi nasional dan global, sekaligus memperkuat arah pembangunan ekonomi yang inklusif dan berbasis kerakyatan.


