Semarang, UP Radio – Aliansi pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di Jalan Hasanuddin, Semarang Utara dan Jalan Madukoro, Semarang Barat, menggeruduk komplek Balaikota Semarang. Mereka menuntut agar diperbolehkan berjualan kembali di sepanjang jalan tersebut.
Massa aksi tiba di komplek Balaikota Semarang sekitar pukul 09.30 WIB. Sembari berorasi, mereka membawa sejumlah poster di antaranya bertuliskan ‘PKL ora golek mapan mung golek pengidupan, jangan matikan PKL, ‘kami cuma jualan bukan koruptor.
Setelah berorasi di halaman, sekitar pukul 09.55 WIB, mereka diizinkan memasuki Kantor DPRD Kota Semarang yang satu kompleks dengan Balaikota.
Poster mereka sempat diminta untuk digulung sebelum memasuki Ruang Paripurna DPRD Kota Semarang.
Puluhan PKL itu diterima Pj Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang, Muhammad Khadik, serta perwakilan anggota Komisi B dan D DPRD Kota Semarang. Para PKL sempat menyanyikan lagu Surat Buat Wakil Rakyat karya Iwan Fals.
Dalam audiensi dengan DPRD Kota Semarang itu, para pedagang yang diwakili kuasa hukumnya, Zainal Abidin Petir, mengungkapkan bahwa mereka menolak rencana relokasi dan meminta tetap bisa berjualan di Jalan Hasanuddin dan Jalan Madukoro.
“Teman-teman PKL ini sudah ada yang jualan sampai 20 tahun. Ada yang 10 tahun, 5 tahun, 2 tahun. Mereka berjualan demi rumah tangga. Kalau nggak jualan, ya nggak bisa kasih makan anak dan istri ataupun suami,” kata Petir, Rabu, 21 Mei 2025.
Petir mengatakan, PKL yang biasa berjualan di Jalan Hasanuddin itu mulanya sudah tenang karena kawasan itu kini berkembang jadi pusat kuliner malam.
“Sekarang jalan itu bagus, luas, dan keren. Malam hari ramai jadi wisata kuliner. PKL di situ jualan sambil refreshing. Walau hujan, walau bau sungai, tetap bertahan demi sesuap nasi. Sesuk payu mangan, ora payu ora mangan (kalau laku ya makan, nggak laku nggak makan),” ujarnya.
Belakangan, para pedagang itu disebut terus mendapat tekanan. Beberapa kali ada surat edaran dari camat yang disampaikan lurah, meminta mereka pindah. Mereka juga pernah didatangi Satpol PP.
“Satpol PP datang dengan truk, itu bukan intimidasi, tapi bagi pedagang itu pasti terintimidasi. Saya telepon Satpol PP, akhirnya nggak digusur,” ungkapnya.
Untuk diketahui, penghapusan Jalan Hasanuddin dan Jalan Madukoro sebagai lokasi tempat usaha PKL itu berdasarkan Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 500.3.10/72 Tahun 2025.
“Lima hari yang lalu ada suratnya, mereka dikasih waktu lima hari untuk keluar. Kalau Perwalnya baru keluar 2025 karena ada usulan penghapusan, kata Petir.
Petir juga mengkritik soal sosialisasi yang dilakukan di kantor kecamatan. Menurut keterangan pedagang, sosialisasi itu mengacu pada Perwal yang menyebut kawasan tersebut sebagai zona terlarang untuk berdagang.
“Mereka disuruh pindah, padahal di tempat yang baru kumuh. Harusnya PKL itu ditempatkan dekat keramaian, tempat orang datang. Jangan disingkirkan,” ujar dia.
Petir mengaku sudah menyerahkan data lengkap PKL beserta jenis dagangannya ke Pemkot Semarang.
“Sudah komunikasi dengan PIt Dinas Perdagangan. Baru kami ajukan, tapi Semarang Utara langsung didatangi. Padahal dulu di Hasanuddin dan Madukoro boleh jualan, sekarang tiba-tiba dilarang,” ucap dia.
Sementara itu Ketua Paguyuban Pedagang Hasanuddin, Dyah Setyowati mengatakan para pedagang dilarang berjualan di Jalan Hasanuddin dan Jalan Madukoro karena menyebabkan kemacetan.
“Katanya bikin macet, ada juga yang bilang karena itu rute untuk ke bandara. Padahal kalau ke bandara juga lewat (tempat relokasi) Lingkar Tanjung, sama aja,” kata dia.
Dyah menambahkan, para pedagang ogah direlokasi ke Lingkar Tanjung karena tempatnya yang kumuh dan jauh dari jangkauan pembeli.
“Kalau dipindah, seharusnya tempatnya yang aman dari kriminalitas. Karena di sana juga terkenal premannya banyak dan dibuat parkir truk tronton besar,” ucap dia. (*)