Semarang, UP Radio – PLN Unit Pelaksana Transmisi (UPT) Semarang memaparkan proses bisnis kelistrikan serta tantangan dalam menjaga keandalan pasokan listrik di wilayah Pantura Jawa Tengah.
Dalam penjelasannya saat acara UP Corner bersama UP Radio Semarang, Kamis (11/12/2025), Manager PLN UPT Semarang Achmad Ridwan menjelaskan bahwa proses penyediaan listrik dimulai dari pembangkit yang menghasilkan energi listrik dari berbagai sumber, mulai dari tenaga air, gas, uap hingga energi baru terbarukan.
Selanjutnya energi listrik dari pembangkit kemudian dialirkan melalui jaringan transmisi sebelum akhirnya disalurkan ke pelanggan oleh unit distribusi. UPT Semarang berada pada proses transmisi yang menjadi jalur utama penyaluran listrik.
“Transmisi ini ibarat jalan tol listrik. Kalau jalur tengah ini terganggu, suplai dari pembangkit ke distribusi juga ikut terdampak,” terang Ridwan.
Wilayah kerja UPT Semarang terbentang dari Weleri hingga Cepu, meliputi Semarang, Kendal, Demak, Grobogan, Kudus, Pati, Rembang dan Cepu. Di wilayah ini terdapat Gardu Induk serta jaringan SUTT dan SUTET yang mengalirkan listrik ke berbagai sektor.
“Tingginya aktivitas di jalur Pantura dan pertumbuhan kawasan industri baru seperti di Kendal, Batang dan Sayung membuat PLN harus memastikan ketersediaan daya yang cukup dan keandalan penyaluran listrik. Industri-industri tersebut menjadi penggerak ekonomi sehingga pasokan listrik tidak boleh terganggu,” kata Ridwan.
Selain menjaga keandalan, UPT Semarang juga menempatkan keselamatan sebagai fokus utama. Sesuai amanat UU No. 30 Tahun 2009, terdapat empat pilar keselamatan yang harus dijalankan, yaitu keselamatan kerja, keselamatan lingkungan, keselamatan instalasi dan keselamatan umum.
Jaringan transmisi yang berada di ruang terbuka memiliki risiko tersendiri, mulai dari cuaca ekstrem hingga aktivitas masyarakat yang terjadi di bawah jalur transmisi. Karena itu, UPT Semarang terus memastikan agar operasi jaringan tetap aman dan tidak menimbulkan bahaya bagi masyarakat.
Sementara Koordinator KA3 KAM PLN UPT Semarang, Winfrid Proyogi menjelaskan bahwa salah satu aspek keselamatan paling penting adalah aturan jarak aman antara bangunan masyarakat dan kabel transmisi, sebagaimana diatur dalam Permen ESDM No. 13 Tahun 2025.
Menurut Winfrid dalam aturan tersebut mengatur untuk jaringan 500 kV atau SUTET, jarak aman minimal antara kabel dan bangunan adalah 9 meter.
“Jika ada rumah atau bangunan di bawah jalur transmisi, atap bangunan harus berada pada jarak minimal 9 meter dari kabel konduktor. Tegangan 500.000 volt ini berisiko tinggi,” jelasnya.
Menurutnya petugas line walker akan rutin menyusuri jalur untuk memastikan tidak ada bangunan baru atau renovasi yang melampaui batas aman tersebut.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, PLN aktif melakukan sosialisasi langsung ke desa, sekolah, balai warga hingga kelompok tani di sekitar instalasi transmisi.
Adapun materi yang disampaikan meliputi pemanfaatan listrik secara aman, potensi bahaya kelistrikan, aturan jarak aman hingga ajakan kepada masyarakat untuk melapor jika melihat kondisi jaringan yang berpotensi membahayakan.
“Sosialisasi ini dilakukan secara rutin oleh unit-unit layanan PLN di Semarang, Kudus dan Rembang,” ujarnya.
PLN juga mengimbau warga untuk selalu berkoordinasi sebelum melakukan renovasi rumah, terutama jika menambah lantai atau meninggikan bangunan di bawah jaringan SUTT atau SUTET.
“Koordinasi ini penting agar tidak terjadi pelanggaran jarak aman dan menghindari risiko kecelakaan akibat listrik tegangan tinggi. Hal ini demi keselamatan bersama,” tegas Winfrid.
Dengan wilayah kerja yang luas dan aktivitas masyarakat yang dinamis, PLN UPT Semarang menegaskan komitmen menghadirkan listrik yang aman, andal dan berkelanjutan. Melalui pemeliharaan jaringan, peningkatan layanan dan edukasi intensif kepada masyarakat, PLN berharap pasokan listrik tetap stabil dan aktivitas warga berjalan tanpa gangguan. (shs)
