Semarang, UP Radio – Pakar Demografi Universitas Negeri Semarang (Unnes) Profesor Saratri Wilonoyudho menilai, program pengentasan kemiskinan di Jawa Tengah telah dilakukan dengan baik. Terlebih, di era pemerintahan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Dia menyebut, Jawa Tengah bukanlah provinsi termiskin di Pulau Jawa, seperti yang disampaikan Badan Pusat Statistik.

“Ya, memang berdasarkan data BPS, sebetulnya Jawa Tengah bukan provinsi termiskin di Jawa, karena angka kemiskinan di Jawa Tengah memang 11,25 persen. Yang lebih tinggi dari angka nasional (9,71 persen). Ternyata ada provinsi yang lebih tinggi lagi persentasenya yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta 11,9 persen,” kata Saratri melalui telepon, Selasa (10/5/2022).
Menurutnya, jika dihitung secara agregat orang miskin, justru jumlah penduduk miskin di Jawa Timurlah yang paling banyak, yaitu sekitar 4,2 juta jiwa. Sedangkan di Jawa Tengah 3,9 juta jiwa penduduk miskin. Namun yang harus diperhatikan, menurut Saratri, bukan sekadar angka-angka persentase ataupun agregat jumlah penduduk yang miskin, melainkan upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Ditambahkan, menurut data BPS, sejak Maret 2021 itu angka kemiskinan di Jawa Tengah itu turun 4,4 persen atau sekitar 175 ribu orang. Kalau dihitung September 2020 angka kemiskinan di Jawa Tengah itu turun 4,6 persen atau 185 ribu orang.
“Nah inilah yang menurut saya pantas dijadikan contoh, bahwa penurunan penduduk miskin adalah suatu upaya pembangunan yang sangat luar biasa. Karena angka ini cukup signifikan turunnya sampai hampir 200 ribu (orang) sejak 2021. Padahal ada pandemi Covid. Itu yang harus diperhatikan,” tutur pria kelahiran Klaten ini.
Dia menuturkan, dari indikasi turunnya angka kemiskinan itu, berarti ada upaya pembangunan di Jawa Tengah. Seperti di sektor UMKM dan pembangunan ekonomi kerakyatan, dia melihat Jawa Tengah gencar mengembangkan desa-desa inovatif. Di mana di banyak desa muncul jenis-jenis wisata baru yang menarik perhatian para wisatawan untuk berkunjung. Sehingga hal itu dapat menghidupkan ekonomi kerakyatan atau ekonomi kreatif desa.
Saratri menilai, yang penting diperhatikan, kemiskinan itu bukan karena buruknya kinerja birokrasi pembangunan di tingkat daerah kabupaten atau provinsi, tapi juga ditentukan oleh skala nasional dan global.
“Jadi pengaruh-pengaruh ekonomi nasional dan global itu akan sangat memengaruhi ketersediaan lapangan pekerjaan bagi para penduduk sampai ke desa-desa. Jadi kalau di satu sisi angka kemiskinan tidak disebabkan semata-semata oleh pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten, namun juga ada pengaruh dari sisi tingkat nasional dan global. Itu adalah satu fakta,” imbuhnya.
Menurut Saratri, kerja penurunan kemiskinan di Jawa Tengah selama dipimpin Ganjar Pranowo berada dalam rel yang benar. Terbukti, sejak menjabat selalu mengalami penurunan jumlah. Puncaknya, pada 2019 yang penurunannya mencapai 10,5 persen. (hum)