Semarang, UP Radio – Puluhan pedagang kaki lima (PKL) Kawasan Industri Wijaya Kusuma (KIW) geruduk kantor DPRD Kota Semarang untuk menyampaikan keluhannya.
Puluhan PKL ini tidak dipebolehkan berjualan masuk ke kawasan KIW sejak 17 Februari 2025. Mereka pun mendatangi kantor DPRD Kota Semarang, Rabu, 5 Maret 2025.
Pedagang bakso, Wagimin mengatakan, telah berjualan di KIW sejak 2004. Namun, sudah dua pekan ini, dirinya tidak bisa berjualan di kawasan industri tersebut.
Menurut dia, hubungan direksi KIW dengan para pedagang mulanya baik. Setelah pergantian direksi, kebijakannya berganti. pedagang tidak bisa masuk ke kawasan untuk mengais rezeki.
“Sekarang mau masuk saja dihalangi sekuriti dan pihak oknum. Alasannya, suruh jualan di luar. Padahal, saya sudah berjualan di KIW sejak 2004,” ungkap Wagimin.
Dia menyebut, ada 31 pedagang yang tidak bisa berdagang lagi di KIW. Ada lima titik PKL yang biasanya digunakan untuk berjualan. PKL pun hanya berjualan waktu tertentu.
“Saya berjualan jam 11.00, saat jam istirahat, sampai jam 13.00. Setelah itu, kami pergi, kami juga menjaga kebersihan,” ucapnya.
Wagimin mengatakan, pedagang disediakan foodcourt untuk berjualan. Hanya saja, menurut dia, lokasi foodcourt jauh dari lokasi pabrik.
Sebelum dibangun foodcourt yang baru, dia mengaku pernah mencoba berjualan di lapak yang sempat disediakan KIW. Namun, jualannya tidak laku karena jauh dari para buruh pabrik.
“Saya pernah mencoba di lapak, nggak laku,” ucapnya.
Selain lokasi foodcourt yang jauh, menurut pedagang, harga sewa dinilai terlalu memberatkan. Sebelum dibangun foodcourt, pedagang hanya membayar retribusi sebesar Rp 5.000 per hari. Sedangkan, sewa lapak yang pernah ia tinggali Rp 300 ribu per bulan.
“Setelah itu, direksi baru, yang di depan Sandang dibongkar. Foodcourt yang baru itu (sewa) Rp 1,1 juta. Lapak lama yang pernah saya tempati itu sekarang Rp 700 ribu,” sebutnya.
Pendamping PKL KIW, Zainal Petir menambahkan, PKL yang berjualan di KIW tidak membuka lapak, hanya membawa sepeda motor. Namun, sayangnya tanpa kejelasan dari manajemen kawasan tidak lagi boleh berjualan.
“Mestinya managemen KIW senang karena para pedagang mendekatkan pada karyawan di masing-masing perusahaan sehingga tidak terganggu waktu kerjanya. Jangan malah diusir,” tandasnya.
Semestinya, kata dia, kawasan milik BUMN ini seharusnya mendukung rakyat kecil agar lebih sejahtera. Pihaknya juga mengritisi soal pembangunan foodcourt yang jauh dari lokasi pabrik.
“KIW membuat foodcourt tapi jauh dari pabrik jelas tidak laku karena tidak mungkin karyawan mau ke foodcourt. BUMN orientasinya jangan bisnis melulu harus ada tanggung jawab sosial masyarakat,” tegasnya.
Dia meminta Pemerintah Kota Semarang segera turun mengatasi persoalan ini.(ksm)