Surakarta, UP Radio – Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental setiap warga. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya. Negara bertanggung jawab mengatur agar masyarakat terpenuhi hak hidup sehat, termasuk bagi warga miskin dan tidak mampu.
“Keberhasilan kinerja pembangunan kesehatan Provinsi Jateng, diukur dengan capaian indikator Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah (RPJMD). Capaian kinerja pada semester I 2019, hampir semua indikator telah mencapai target,” papar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jateng dr Yulianto Prabowo, disela pertemuan Evaluasi Tengah Tahun Pembangunan Kesehatan 2019 di Paragon Hotel Solo (29/8).
Meski demikian, lanjutnya, saat ini Jateng masih memiliki masalah prioritas kesehatan yaitu Angka Kematian Ibu (AKI), AKN, stunting, penyakit menular – tidak menular, serta mutu dan cakupan imunisasi.
“AKI itu merupakan angka kematian ibu pada masa kehamilan, bersalin dan nifas. Di Jateng, hitungan rasio bersadarkan jumlah kelahiran, sekitar 80 per 100 ribu kelahiran hidup. Ini sebenarnya jauh lebih rendah, dibanding AKI di Indonesia yang mencapai 300 per 100 ribu kelahiran hidup. Umumnya, penyebab AKI ini karena adanya perdarahan pada waktu persalinan, hingga keracunan dalam kehamilan,” lanjutnya.
Dipaparkan, dalam evaluasi tersebut, diharapkan bisa diketahui sejauh mana capaian yang sudah diraih dan mana yang belum. Hasil yang sudah tercapai, bisa terus ditingkatkan sementara hasil yang belum tercapai, dapat terus dikejar dengan maksimal.
Yulianto menuturkan, AKI dibeberapa kabupaten kota di Jateng masih cukup tinggi. Pihaknya berharap para semester II 2019, bisa menekan dan mengendalikan angka tersebut.
“Termasuk angka kematian yang disebabkan kesakitan, antara lain penyakit demam berdarah, serta kasus lain yang masih tinggi harus ditekan. Termasuk HIV /AIDS, serta TBC. Kita ingin kasus yang ada, dapat kita temukan semua sehingga bisa diobati,” lanjutnya.
Terlebih untuk kasus TBC, pada 2028, Jateng memiliki target eliminasi penyakit tersebut dan tidak ada kasus baru. “Tahapannya, temukan seluruh kasus, obati dan dijaga jangan sampai muncul lagi. Saata ini masih dalam tahap temukan semuanya, untuk itu kita dorng agar penderita TBC ini bisa terdata dan bisa segera diobati,” tandasnya.
Sejauh ini, dalam pendataan atau menemukan penderita TBC, pihaknya agak kesulitan. Salah satunya karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang TBC. Selama ini, masyarakat seringkali menganggapnya sebagai batuk biasa. “Mereka tidak tahu, anggapannya hanya batuk biasa. Tidak tahunya TBC, untuk itu perlu kita tingkatkan juga edukasi masyarakat tentang jenis penyakit termasuk TBC,” papar Yulianto.
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat, tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Pemerintah saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab kita semuanya.
Struktur dan tata kerja yang baru di lingkungan Dinas Kesehatan, diharapkan dapat meningkatkan harmonisasi hubungan kerja sehingga dapat meningkatkan keterpaduan program prioritas yang melibatkan pemerintah pusat, provinsi (termasuk UPT) dan kabupaten/kota, swasta, organisasi profesi, institusi pendidikan tenaga kesehatan, masyarakat, LSM dan lain-lain.
“Koordinasi dan evaluasi perlu dilakukan untuk menuntaskan permasalahan kesehatan di Jawa Tengah, dan membangun komitmen dengan Kabupaten / Kota dalam rangka mencapai target indikator RPJMD dan Renstra,”pungkas Yulianto.
Dalam evaluasi tersebut hadir seluruh dinas kesehatan kabupaten kota se-Jateng, direktur rumah sakit, kepala puskemas, organisasi keagamaan, hingga LSM. Termasuk Direktur Pelayanan Rumah Sakit Kemenkes RI Dr dr Ina Rosalina. (shs)