Semarang, UP Radio – Ratusan buruh dari berbagai serikat pekerja di Ibu Kota Jawa Tengah mendatangi gedung DPRD Kota Semarang untuk menyampaikan aspirasi terkait penetapan Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2026.
Mereka menuntut kenaikan UMK menjadi Rp4,1 juta, menyesuaikan dengan kebutuhan hidup layak dan kondisi ekonomi terkini.
Perwakilan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Tengah, Sumartono, menyampaikan bahwa usulan tersebut merupakan hasil perhitungan berdasarkan 100 persen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tambah dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
“Kami meminta DPRD mendukung usulan ini dan meneruskan kepada Walikota Semarang. Perhitungan kami menunjukkan UMK 2026 semestinya sekitar Rp4,1 juta agar buruh di Semarang bisa hidup layak,” ujar Sumartono, Senin, 3 November 2025.
Ia menilai upah di Semarang masih tertinggal dibandingkan kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Selain itu, pihaknya juga mengusulkan penambahan upah melalui Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) di beberapa bidang industri.
“Untuk sektor logam, jasa maritim, dan alat transportasi, kami minta tambahan 6 persen dari UMK. Sektor farmasi, tekstil, dan alas kaki kami usulkan kenaikan 4 persen, sedangkan sektor agro sebesar 2 persen,” jelasnya.
Sumartono menegaskan, bila aspirasi mereka tidak direspons pemerintah, serikat buruh siap melakukan aksi lanjutan.
“Kalau dialog ini tidak ada hasil, kami akan turun ke jalan. Hari ini kami ke DPRD, besok kami akan minta bertemu Walikota. Kalau tidak di respons, kami akan aksi,” tegasnya.
Senada, Ketua Federasi Serikat Pekerja Indonesia Perjuangan (FSPIP) Jawa Tengah, Karmanto, mengatakan bahwa perjuangan buruh bukan untuk meminta kemewahan. Melainkan sekadar menyesuaikan dengan kebutuhan dasar yang terus meningkat.
“Upah buruh di Semarang belum mencerminkan realitas biaya hidup. Kami hanya meminta penyesuaian agar buruh bisa hidup layak,” ujarnya.
Menanggapi aspirasi tersebut, Ketua DPRD Kota Semarang Kadar Lusman menyatakan pihaknya akan memfasilitasi dialog antara serikat pekerja dan pemerintah kota. Menurutnya, komunikasi terbuka penting agar aspirasi buruh tersalurkan tanpa harus turun ke jalan.
“Setiap tahun serikat buruh menyampaikan aspirasi, dan kami selalu membuka ruang dialog agar suasana tetap kondusif. DPRD akan melibatkan Komisi D, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian, bagian hukum, dan BRIDA untuk mengkaji usulan ini,” kata Pilus, sapaan akrabnya.
Ia menambahkan, perbedaan pandangan antara buruh dan pemerintah perlu disinergikan agar keputusan yang diambil dapat diterima semua pihak.
“Kalau masing-masing membuat kajian sendiri tanpa berdialog, tentu tidak akan menemukan titik temu. Karena itu kami ingin mendorong solusi melalui komunikasi,” ujarnya.
Terkait UMSK, Pilus menilai perlu ada perhatian lebih bagi sektor dengan risiko tinggi seperti logam dan bahan kimia. “Sektor-sektor dengan tingkat bahaya tinggi harus mendapat pertimbangan khusus dalam penetapan upah sektoral. Tidak bisa disamakan dengan industri lain,” pungkasnya. (ksm)
