Semarang, UP Radio – Pemerintah Kota Semarang mulai memberi perhatian serius terhadap kemungkinan paparan mikroplastik yang terbawa air hujan hingga lewat udara.
Hasil penelitian Ecoton Foundation bersama South East Asia Justice (SEJ) menemukan paparan mikroplastik di udara dan air hujan di Kota Semarang.
Dari 18 kota yang diteliti, Semarang menempati posisi keempat dengan temuan 13-14 partikel mikroplastik di udara.
Temuan itu berdasarkan uji sampel di Jalan Mataram. Air hujan di lokasi tersebut mengandung sekitar 44 partikel mikroplastik, terdiri atas 32 jenis fiber dan 12 jenis filamen.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, M. Abdul Hakam, menyampaikan bahwa temuan mengenai kandungan mikroplastik di udara maupun air hujan patut direspons dengan langkah mitigasi dan edukasi kepada masyarakat.
“Kalau angkanya benar, berarti kita harus waspada. Mikroplastik ketika masuk ke tubuh manusia pasti akan mengakibatkan gejala-gejala yang pasti menimbulkan penyakit,” kata Hakam.
Hakam menjelaskan bahwa paparan mikroplastik tidak bisa dianggap sepele karena partikel berukuran sangat kecil itu dapat masuk ke tubuh manusia melalui saluran napas, air minum, maupun makanan yang sudah terkontaminasi. Dalam jangka panjang, paparan tersebut berpotensi memengaruhi berbagai fungsi tubuh.
Menurutnya, mikroplastik dapat memicu gangguan degeneratif, ketidakseimbangan hormon, iritasi jaringan pernapasan, hingga risiko penyakit kardiovaskular.
Paparan yang terus menerus juga bisa meningkatkan potensi timbulnya tumor, gangguan kecerdasan, hingga masalah perkembangan pada anak.
“Kalau partikel ini terhirup atau masuk ke tubuh dalam jangka panjang, efeknya pasti muncul. Dampaknya bukan hanya pernapasan, tapi juga bisa masuk ke sistem hormon, imunitas, bahkan memicu penyakit keganasan,” ujar Hakam.
Ia menambahkan, risiko tidak hanya dirasakan manusia. Mikroplastik yang terbawa air hujan juga berbahaya bagi lingkungan, terutama bila masuk ke tambak, kolam, atau aliran air yang bersinggungan dengan aktivitas manusia.
Partikel itu dapat mengendap dan mencemari biota air, yang kemudian berpotensi kembali dikonsumsi manusia.
Hakam menyebut bahwa pencemaran mikroplastik bisa bersumber dari berbagai aktivitas, mulai dari pembakaran sampah plastik, penggunaan plastik sekali pakai, hingga kebiasaan memanaskan makanan dalam wadah berbahan plastik. Produk plastik yang terkena panas dapat memicu pelepasan partikel mikroplastik yang kemudian masuk ke udara atau air.
Ia menegaskan perlunya intervensi lintas dinas, termasuk Dinas Lingkungan Hidup, untuk memperkuat pengawasan udara, air, serta pengelolaan sampah. Pemerintah juga akan memperluas edukasi kepada masyarakat agar lebih sadar terhadap risiko mikroplastik.
“Kami akan meningkatkan sosialisasi. Pemerintah harus hadir untuk memastikan masyarakat memahami bahayanya. Penggunaan plastik sekali pakai harus dikurangi. Pembakaran sampah plastik sebaiknya dihentikan. Bahkan saat hujan, masyarakat bisa melindungi diri dengan memakai masker atau helm agar paparan berkurang,” jelasnya.
Selain edukasi, Pemkot Semarang juga akan melakukan pengawasan berkala terhadap sumber air, udara, dan bahan makanan untuk mengetahui potensi paparan mikroplastik.
Hakam berharap sinergi antarinstansi dan partisipasi masyarakat mampu menekan risiko kesehatan akibat polusi plastik. (ksm)
