Warga Semarang Gelar Tradisi Tuk Panjang

Semarang, UP Radio – Akulturasi budaya dan kerukunan antar umat beragama jelang tahun baru Imlek 2575, digelar tradisi Tuk Panjang di Kawasan Warung, atau Pasar Semawis, Pecinan Semarang, Kamis (8/2) malam.

Berbagai hidangan disuguhkan dalam acara tersebut, seperti kue keranjang kukus santan yang melambangkan harapan tutur kata yang baik, ada pula nasi hainan, tujuh macam sayur hijau yang merupakan yang masing-masing punya lambang dan harapan yang baik. Serta berbagai menu lain seperti lunpia, dan aneka makanan sebagai wujud akulturasi budaya.

Adapun hidangan yang ada, dimakan bersama-sama di meja yang ditata kurang lebih 200 meter. Selain keturunan Tionghoa, tradisi ini juga dihadiri masyarakat umum, perwakilan keagamaan, serta beberapa pejabat dari Pemkot Semarang.

Advertisement

“Tradisi ini biasanya dilakukan orang Tionghoa di rumah orang paling tua, karena keluarga yang datang banyak, akhirnya banyak meja yang disusun memanjang,” kata Ketua Komunitas Pecinan Semarang Untuk Pariwisata (Kopi Semawis), Haryanto Halim, Kamis (8/2) malam.

Haryanto menjelaskan, jika tradisi ini coba diangkat ke jalan sebagai wujudkan keharmonisan dan kerukunan antar umat beragama. Warga sekitar, tokoh agama, tokoh masyarakat diajak duduk dan makan bersama untuk menyambut Imlek.

“Kita ajak semua elemen masyarakat agar terwujud keharmonisan dan kerukunan,” bebernya.

Dalam acara tersebut, juga diresmikan mural yang mewujudkan kehidupan, serta kerukunan umat beragama di Pecinan Semarang. Tujuannya lainnya adalah untuk menekan daerah kumuh di kawasan tersebut agar lebih indah.

Terpisah, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang, R. Wing Wiyarso menambahkan jika prosesi Tuk Panjang ini rutin dilakukan di Kawasan Pecinan untuk menyambut tahun baru Imlek.

“Ini ada filosofinya, makan bersama yang mewujudkan kerukunan umat beragama karena ada berbagai macam etnis yang ikut memeriahkan,” jelasnya.

Wing menjelaskan, akulturasi budaya ini sebenarnya melekat di Kota Semarang dan sebagai kekuatan Ibu Kota Jateng dari segi pariwisata ataupun yang lainnya.

“Akulturasi budaya, harapannya menjadi semangat menjaga toleransi di kota ini,” pungkasnya.

Maryati salah satu warga Kranggan, mengaku jika persatuan dan persaudaraan antar entnis di Kawasan Pecinan sudah lama melekat, bahkan ada perbedaan etnis antara Jawa, Tionghoa atau etnis lainnya.

“Disini tidak ada perbedaan, intinya semua sama,” tegasnya. (ksm)

Advertisement