Semarang, UP Radio – Pembangunan fisik gedung Puskesmas Bulusan Kecamatan Tembalang Kota Semarang hanya baru tergarap 35 persen. Padahal, proyek tersebut seharusnya selesai pada 28 Desember 2021 kemarin.
Proyek yang telah dimulai 130 hari yang lalu ini sendiri menelan anggaran 3.677.896.872 rupiah. Namun karena ada kendala cashflow, akhirnya penyelesaian proyek yang digarap CV. Sahid Aditama sebagai kontraktor pelaksana ini melenceng dari target.
Sigit Prasetyo, Pelaksana Pembangunan Fisisk UPTD Puskesmas Bulusan Tembalang mengatakan pihaknya sudah mengajukan penghentian kontrak karena tidak bisa menyelesaikan pembayaran pekerjaan.
“Karena faktornya cashflow mas, jadi kemarin kita sudah mengajukan penghentian kontrak terkait tidak bisa terbayarnya pekerjaan,” ujar Sigit saat ditemui pada Rabu (29/12/2021).
Sigit sendiri menegaskan telah menghentikan pekerjaan.
“Makanya, dari situlah memang sengaja pengerjaan kita hentikan,” ungkapnya.
“Saat ini progres pembangunan baru 35 persen keatas,” imbuhnya.
Sigit melaporkan untuk struktur rangka telah selesai. Namun untuk tahap arsitektur, mekanikal dan lingkungan belum tersentuh.
“Untuk struktur kita sudah selesai. Tapi kita masih kurang di pekerjaan arsitektur, mekanikal, dan lingkungan,” ujarnya.
“Kita selesai kontrak tanggal 28 Desember 2021, tapi untuk tindak lanjutnya kami belum tahu,” pungkasnya.
Sementara itu, Komisi D DPRD Kota Semarang bersuara terkait banyaknya mitra kerja yang proyeknya gagal bangun. Salah satunya Puskesmas Bulusan Kecamatan Tembalang.
Swasti Aswigati, Ketua Komisi D, menyayangkan gagalnya pembangunan Puskesmas yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat itu.
“Jadi kita sangat menyayangkan ya masalah gagal bangun puskesmas Bulusan yang nilainya sekitar 3,6 milar itu. Puskesmas yang seharusnya beroprasi tahun 2022 itu ternyata belum jadi. Padahal masyarakat sudah menunggu,” ujar Anggota Dewan dari Fraksi Demokrat saat meninjau langsung progres pembangunan Puskesmas Bulusan pada Rabu (29/12/2021).
Selain Puskesmas Bulusan, Swasti juga mengatakan ada beberapa proyek dari mitra Komisi D yang gagal bangun, seperti pembangunan gedung SDN 10 dan SMPN 41 Gunungpati.
“Kasus gagal bangun juga terjadi di SDN 10 dan SMPN 41 Gunungpati,” imbuhnya.
Swasti meminta pemerintah Kota Semarang, dalam hal ini Unit Pelayanan Pengadaan (ULP) agar jeli dalam menerima penawaran harga saat pelelangan proyek. Karena saat kontraktor menawar 80 persen dari harga yang ditetapkan pemerintah, kerap kali kontraktor kesulitan cashflow (permodalan) dan akhirnya gagal menyelesaikan proyek.
“Jadi saya harap pemerintah, dalam hal ini ULP, ketika pemenang lelang itu menawar di angka 80 persen, harus ada kajian dan klarifikasi. Apakah dengan nilai 80 persen kebawah dari anggaran bisa menyelesaikan. Jadi mereka (kontraktor) yang menang lelang itu pasti penawarannya 80 persen kebawah dari harga yang ditetapkan pemerintah. Jadi perlu ditegaskan soal kesanggupan penyelesaiannya,” bebernya.
“Harusnya kan proyek-proyek tersebut selesai tahun 2021 ini. Selesai 100 persen ya. Ini malah dari pengawas proyek melaporkan baru selesai cuma 35 persen. Lha kan jauh banget,” sesalnya.
“Kendala di hampir semua proyek itu semuanya cashflow (permodalan), makanya ketika kontraktor pemenang lelang menawarkan 80 persen harga, apakah mampu mereka menyelesaikan?,” tukasnya.
Swasti berharap Pemkot tegas dalam memberlakukan blacklist untuk kontraktor yang gagal dalam menyelesaikan proyek.
“Harapan kami dari Komisi D, kontraktor yang seperti itu (gagal bangun) diblacklist aja 10 tahun misalnya. Jangan diblacklist cuma 3 tahun. Biar gak main-main kan. Percuma nawar harga rendah tapi gak bisa mengerjakan,” tutupnya. (ksm)