Kebumen, UP Radio – indonesia menjadi salah satu negara yang banyak mengalami kejadian bencana alam salah satunya bencana gempa dan tsunami.
Kegiatan Ekspedisi Destana Tsunami 2019 salah satu tujuanya adalah agar masyarakat mengetahui secara persis potensi bahaya bencana yang dapat terjadi sekitar mereka.
Bahkan Tim Destana tsunami juga mencoba meyakinkan masyarakat terkait munculnya ancaman tsunami yang sangat besar yang merebak dan sempat membuat panik.
“Kita harus menyadari bahwa Indonesia adalah negara yang rawan sekali terjadi bencana,” tutur Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo di kebumen.
Dari segi itu Kepala BNPB menilai media sudah mulai menyadari akan potensi bencana ini dengan menyampaikan, data-data peristiwa masa lalu.
“Jika masyarakat diberi tahu akan ada sesuatu tanpa di imbangi pemberitahuan data-data masa lalu, mungkin masyarakat akan kurang yakin,” imbuhnya.
Tugas dari Tim Ekspedisi Destana Tsunami meyakinkan bahwa Indonesia punya sejarah panjang kebencanaan.
“Pada 19 Agustus 1977 pernah terjadi gempa dan tsunami di wilayah NTB, Bali hingga Jawa Timur dan sebagain jawa tengah. Pada tahun 1992 juga pernah terjadi tsunami di Flores dan korbannya juga banyak,” ungkap Doni Monardo.
Doni juga menyampaikan bahwa pada tahun 1994 juga terjadi lagi di pantai Banyuwangi yang korbannya lebih dari 250 jiwa.
Jika dilihat lagi mendekati kemarin pada 2004 di Aceh korbannya mencapai lebih dari 150 ribu jiwa.
Ada lagi di Nias, Mentawai, dan yang terakhir adalah di tsunami selat sunda.
“Alam ini mencari keseimbangan maka terjadilah gesekan atau pergerakan lempeng maka timbulah pelepasan energi gempa yang skalanya lebih dari 8,” ungkapnya.
Jika kondisi tersebut tidak diingatkan terus, maka bisa jadi masyarakat lupa.
Contohnya saja saat Tsunami di Banyuwangi yang sudah diingatkan bahwa beberapa wilayah adalah zona merah dan tidak boleh ada bangunan.
Tetapi nyatanya masyarakat kembali ketempat itu lagi.
Yang tidak kalah pentingnya adalah latihan. Sampai saat ini yang mendapat pelatihan hanya perangkat desa. Polisi, TNI, dan segenap masyarakat lain mesti terlibat dan memahami.
Kedepannya pelatihan ini harus bisa menyentuh sampai ke warga-warga. Karena jika kejadian yang tidak menimbulkan korban jiwa tidak disebut sebagai bencana, tetapi hanya peristiwa. (shs)