Semarang, UP Radio – Perkembangan teknologi memiliki dua mata pisau. Satu sisi, teknologi memudahkan segala kebutuhan manusia menjadi lebih praktis dan cepat. Namun di sisi lain, teknologi membuat akses terbukanya informasi secara bebas.
Informasi bebas yang tidak bisa dibendung tersebut membuat budaya barat mudah masuk. Budaya barat yang cenderung bebas dan tidak sesuai dengan budaya timur menjadi ancaman bagi generasi muda bahkan anak di bawah umur. Tak tak jarang ditemukan, anak terjerumus dalam pergaulan bebas.
Ironisnya, perkembangan teknologi yang serba digital belum sepenuhnya diimbangi pengetahuan orang tua dalam mendampingi maupun melakukan pengawasan terhadap anak.
Hal itu mendasari Tim Kuliah Kerja Nyata Mandiri Inisiatif Terpadu (KKN MIT) ke-VII Posko 39 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menggelar seminar parenting bertajuk “Orang Tua Hebat, Menjadi Jembatan Pergaulan Anak” di Balai Kelurahan Gunungpati Jalan RM Soebagiyono Tjondro Koesoemo, Gunungpati, Semarang.
Koordinator Desa KKN MIT ke-VII UIN Walisongo Semarang, Ahmad Azmi Hidayatullah, mengatakan kegiatan tersebut diikuti 91 orang tua yang merupakan anggota PKK Kelurahan Gunungpati.
“Di era serba teknologi ini, banyak ibu muda yang sekaligus menjadi wanita karir. Secara otomatis orang tua akan kehilangan waktu untuk mengontrol kegiatan anak-anak.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada para orang tua agar mengetahui cara untuk lebih akrab dengan anak-anaknya,” katanya.
Tidak hanya itu, para ibu muda cenderung belum memiliki pengetahuan lebih tentang cara mengontrol pergaulan si anak. “Melalui kegiatan seperti ini harapannya bisa menjadi pengetahuan bagi para ibu,” katanya.
Ketua Tim Penggerak PKK Kota Semarang, Krisseptiana Hendrar Prihadi yang menjadi salah satu narasumber mengatakan, orang tua wajib menyayangi anak-anaknya. “Toh, memberikan kasih sayang untuk anak, orang tua tidak perlu membayar. Maka dari itu, tidak ada alasan bagi orang tua untuk tidak menyayangi anaknya,” ungkap Mbak Tia, sapaan akrabnya.
Bukan hanya kasih sayang, tapi juga doa yang harus diberikan kepada anak. Maka dari itu, anak harus diselamatkan masa depannya agar jangan sampai terjerumus pergaulan bebas.
“Saat kita tua, apa yang kita inginkan dari anak? Bukan uang atau perhiasan, hanya perhatian dan kasih sayang juga,” katanya.
Dengan perkembangan teknologi seperti saat ini, lanjutnya, orang tua wajib menjalin komunikasi dengan anak. Hal itu agar orang tua bisa melakukan pengawasan dan pendampingan. Selain itu, orang tua seringkali terjebak melakukan komunikasi yang tidak tepat terhadap anak.
“Misalnya, kekerasan verbal, kekerasan fisik seperti menjewer dan mencubit sekalipun. Hal seperti itu mudah diingat oleh anak,” katanya.
Tia mengingatkan agar setiap orang menjaga kualitas komunikasi verbal terhadap anak.
“Misalnya, saat anak pulang sekolah sebaiknya sebagai orang tua bertanya tentang kesehariannya di sekolah. Hal itu akan membangun komunikasi yang baik antara orang tua dan anak,” imbuhnya.
Sementara Ketua Dyslexia Parents Support Group (DPSG) Jawa Tengah, Dian Ayu Hapsari yang menjadi narasumber lain mengatakan, setiap orang tua idealnya memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan anak.
“Orang tua harus tegas, disiplin, tapi juga harus bersikap lembut. Saya berusaha mengulas beberapa permasalahan yang biasa terjadi di rumah. Salah satunya kurangnya kemampuan orang tua dalam mengendalikan emosi ketika menghadapi perilaku anak,” katanya.
Tegas, kata dia, tidak sama dengan kasar. Disiplin tidak sama dengan keras, dan lembut berbeda dengan lembek. Maka ketika anak bersalah, orang tua harus mengajak anak bicara dan membuat kesepakatan.
“Pada prinsipnya diperlukan pemberian batasan dan latihan membuat kesepakatan dengan anak sangat diperlukan. Selain itu, orang tua harus jujur terhadap anak. Hal sekecil apapun, orang tua jangan sampai berbohong kepada anaknya,” terangnya. (ksm)